Sholawat Munjiyyah

Sholawat Munjiyyah
Sholawat Munjiyyah Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas junjungan kami, Muhammad, dengan suatu shalawat yang menyebabkan kami selamat dari semua ketakutan dan malapetaka, yang menyebabkan Engkau menunaikan semua hajat kami, yang menyebabkan Engkau men-nyucikan kami dari semua kejahatan, yang menyebabkan Engkau mengangkat kami ke derajat yang tinggi di sisi-Mu, dan yang menyebabkan Engkau menyampaikan semua cita-cita kami berupa kebaikan-kebaikan dunia dan akhirat." Penjelasan : Shalawat di atas disebutkan di dalam kitab Dalâil. Dalalam syarah kitab tersebut disebutkan riwayat dari Hasan bin 'Ali Al-Aswâni Ia berkata, "Barangsiapa yang membaca shalawat ini dalam setiap perkara penting atau bencana sebanyak seribu kali, niscaya Allah akan melepaskan bencana itu darinya, dan menyampaikan apa yang diinginkan." Komentar oleh Asy-Syaikh Yusuf Isma'il An-Nabhani Telah dikutip daripada Al-Hasan bin 'Ali Al-Aswani di dalam komentar Ad-Dalail (penjelasan atau komentar dalam kandungan kitab kumpulan shalawat yang berjudul Dalailul Khairat), bahwa beliau telah berkata, "Siapa yang membaca sholawat ini sebanyak seribu kali ketika tertimpa kesulitan dan musibah, Allah akan melangkan [perkara itu] daripadanya dan akan meyampaikan hajatnya." [Dan telah diriwayatkan] daripada Ibnu Al-Fakihani, daripada Asy-Syaikh As-Solih Musa Ad-Darir, [dan] beliau telah berkata Aku pernah belayar di sebuah laut. Tiba-tiba angin (angin taufan) telah melanda ke atas kami. Sedikit saja manusia yang akan dapat selamat daripada tenggelam dan banyak orang telah menjerit-jerit [di dalam ketakutan]. Tiba-tiba aku merasa mengantuk dan Aku telah tertidur aku telah melihat An-Nabi j [di dalam mimpi] dan Baginda j telah berkata, "Katakanlah kepada para penumpang [kapal ini] agar mereka mengucapkan sebanyak seribu kali, "Wahai Allah, limpahkanlah sholawat ke atas penghulu kami Muhammad, dan juga ke atas keluarga penghulu kami Muhammad, sholawat yang dengannya kami diselamatkan... sehingga.... setelah [kami] mati. " Aku telah terjaga [dari tidur] dan aku telah memberitahu para penumpang tentang mimpi itu, dan kami pun bersholawat dengannya (dengan ungkapan sholawat yang telah diterima di dalam mimpi itu) lebih kurang tiga ratus kali, Allah telah melapangkan kami [daripada keadaan yang mencemaskan itu]. Dan telah berkata As-Sayyid Muhammad Afandi 'Abdin di dalam catatan beliau (penjelasan) bahwa Al-'Allamah Al-Musnid Ahmad Al-'Attor telah menyebutnya sebagai Sholawat Al-Munjiyyah, dan beliau telah berkata pada [bahagian] akhirnya: Telah menambah Al-'Arif Al-Akbar [dengan kata-kata]: Wahai Yang Paling Penyayang daripada segala yang bersifat penyayang, wahai Allah. Beliau telah berkata: Telah berkata sesetengah masyaikh: Siapa yang mengucapkannya sebanyak seribu kali ketika ada kesulitan atau ketika turunnya musibah, Allah akan melapangkan hajatnya. Dan siapa yang membanyakannya pada waktu datang penyakit taun [sedang menular], akan diamankan daripadanya. Dan sesiapa yang membacanya sebanyak lima ratus kali, akan disampaikan apa yang dia inginkan di dalam hal menarik rezeki dan kekayaan, insya Allah Ta'ala, dan ia adalah sesuatu yang benar-benar mujarab pada semua perkara itu. Dan Allah Ta'ala jua yang lebih mengetahui. Dan telah menyebut Asy-Syaikh As-Sowi perkara yang lebih kurang sama di dalam komentar mengenai Wird Ad-Dardir (wirid-wirid yang telah digubah oleh Asy-Syaikh Ahmad seorang guru bagi At-Toriqah Al-Khalwatiyyah, yang amat terkenal di negara Mesir pada zamannya) yang telah mengutip daripada As-Samhudi dan Al-Malawi. Dan telah berkata Asy-Syaikh Al-'Arif Muhammad Haqqi Afandi An-Nazili di dalam kitabnya Khazinah Al-Asror: Ketahuilah bahwa sholawat-sholawat itu dibahagikan kepada empat ribu jenis, dan pada situ riwayat yang lain, dua belas ribu. Setiap sesuatu darinya telah dipilih oleh satu jamaah dari ahli Timur dan Barat, bersesuaian dengan apa yang telah merka temui di dalam menjalin ikatan rohani di antara mereka dengan Baginda dan dari apa yang mereja fahami padanya [dari hal] rahasia-rahasia, yang sesetengahnya telah menjadi masyhur melalui ujikaji dan melalui penyaksian di dalam mendpatkan kelepasan daripada segala keesmpitan dan pencapaian hasrat, seperti Sholawat Al-Munjiyyah, dan ia adalah.... Dan beliau telah menyebut bentuk ungkapan itu. Kemudian, beliau telah berkata: Dan yang terlebih utama ialah dia mengucapkan, "Wahai Allah, limpahkanlah sholawat ke atas penghulu kami Muhammad dan ke atas keluarga penghulu kami Muhammad Sholawat yang dengannya kami diselamatkan..." sehingga ke akhirnya, karena apa yang telah dikatakan oleh Baginda, "Apabila engkau sekalian bersholawat ke atasku, jadikanlah ia umum (tidak dikhaskan untuk diri Baginda seorang, tetapi juga mencakupi ahli keluarga Baginda). Dan kesannya, dengan diikuti sertakan keluarga Baginda itu, adalah lebih lengkap, dan lebih umum, dan lebih banyak [pahala dan manfaatnya] dan lebih cepat [untuk dimakbulkan]. Begitulah yang telah diwasiatkan kepadaku dan yang telah diijazahkan kepadaku oleh sesetengah masyaikh. Dan Asy-Syaikh al-Akhbar juga telah menyebutnya dengan disertakan sebutan ahli keluarga Baginda j itu, dan beliau telah berkata bahwa ia adalah satu perbendaharaan daripada segala perbendaharaan Al-'Arsy (singgahsana Allah). Sesungguhnya, sesiapa yang berdo'a dengannya sebanyak seribu kali pada tengah malam untuk apa-saja hajat, sama ada hajat dunia atau hajat akhirat, Allah Ta'ala akan menunaikan hajatnya. Sesungguhnya ia (pengabulan bagi sholawat ini)

Jumat, 10 Agustus 2012

10 Terakhir Ramadhan: Memburu Lailatul Qadar dengan Itikaf di Masjid


Ber’itikaf di masjid pada sepuluh hari terakhir Ramadhan merupakan sunnah Nabi Muhammad Saw. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh ‘Aisyah ra:
“Bahwasannya Nabi Saw senantiasa melakukan I’tikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadhan hingga beliau diwafatkan oleh Allah Swt. Kemudian para istri beliau pun melakukan I’tikaf sepeninggal beliau.” (Muttafaq ‘alaih).
Dalam sebuah riwayat shahih yang bersumber dari Rasulullah disebutkan, “Ketika sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan datang, Rasulullah lebih bersungguh-sungguh dalam beribadah dan tidak seperti di hari-hari biasanya.” (HR. Ibnu Majah).
Dalam hadits yang lain, Aisyah ra meriwayatkan, “Saat itu, jika sepuluh hari terakhir telah menjelang, Rasulullah lebih bersungguh-sungguh dalam beribadah, menghidupkan malam-malamnya, dan membangunkan istri-istrinya agar beribadah bersama beliau.” (HR. Muslim).
Itikaf adalah mengasingkan diri – untuk sementara waktu – dari kesibukan dunia dan mengonsentrasikan diri untuk beribadah kepada Allah. Pada malam harinya, kita dianjurkan untuk menghidupkan malam selama 10 hari terakhir Ramadhan. Yang dimaksud dengan menghidupkan malam adalah mengerjakan shalat malam, beribadah, dan melakukan ketaatan (kebaikan).
Mau tahu rahasia dibalik anjuran bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir? Pertama, karena sepuluh hari ini merupakan penutup bulan penuh berkah, sementara kebaikan suatu amal sangat tergantung pada akhirnya.
Kedua, boleh jadi Lailatul Qadar jatuh pada malam tersebut. Bahkan ada beberapa hadits shahih yang menyatakan bahwa Lailatul Qadar akan jatuh pada sepuluh hari terakhir Ramadhan. Oleh karena itu, orang yang cerdik dan bijak akan bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir tersebut. Dengan harap-harap cemas, kita berharap dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.
Memburu Lailatul Qadar
Diantara keutamaan Lailatul Qadar adalah bahwa setiap amalan di dalamnya, pahala dan ganjarannya lebih baik daripada 1.000 bulan. Adapun 1.000 bulan setara dengan 83 tahun 4 bulan.
Mengenai tanggal, hari dan jam turunnya Lailatul Qadar tidak ditegaskan oleh Allah dan Nabi Muhammad Saw. Nabi sendiri pernah bersabda: “Pernah diperlihatkan kepadaku Lailatul Qodar, kemudian dijadikan aku lupa kepadanya.” (HR. Muslim).
Dalam beberapa hadits, Nabi bersabda: Lailatul Qadar jatuh antara tanggal 21-akhir Ramadhan.Oleh karena itu, kita tidak dapat dan tidak berhak menentukan waktu Lailatul Qadar. Allah sengaja merahasiakan datangnya Lailatul Qadar dari sekian banyak malam Ramadhan, agar manusia beribadah pada seluruh malam Ramadhan.
Sepanjang keterangan agama, saat Lailatul Qadar, kita dianjurkan beri’tikaf, shalat dan membangunkan anak-istri untuk shalat bersama-sama. Tidak diperintahkan kita mengagungkan malam itu dengan sesuatu upacara atau ritual aneh , kecuali yang telah dicontoh Nabi Saw.
Para ulama mengatakan, “Allah sengaja merahasiakan datangnya Lailatul Qadar dengan alasan tertentu, agar: manusia beribadah pada seluruh malam terakhir Ramadhan.
Dalam shahih Bukhari dan Muslim disebutkan sebuah riwayat yang berasal dari ‘Ubadah bin ash-Shamit, bahwa dia berkata, “Nabi pernah menemui kami untuk mengabarkan datangnya Lailatul Qadar, tapi ternyata ada dua orang dari kaum muslimin yang saling mengutuk.
Rasulullah saw kemudian berkata: “Sungguh, aku keluar untu mengabarkan datangnya Lailatul Qadar kepada kalian. Akan tetapi teryata Fulan dan Fulan saling mengutuk, sehingga kabar tersebut ditarik kembali oleh Allah. Dan, barangkali hal itu akan lebih baik bagi kalian semua. Karena itu, songsonglah Lailatul Qadar tersebut pada malam kesembilan, malam ketujuh, dan malam kelima (di sepuluh hari terakhir).
Dalam sebuah hadits, Ummul Mukminin, 'Aisyah ra pernah bertanya kepada Rasulullah, apakah yang harus aku baca seandainya aku bisa mendapatkan Lailatul Qadar? Rasulullah menjawab, “Katakanlah, Wahai Allah…Sesungguhnya Engkau adalah Zat yang Maha Pengampun dan suka mengampuni hamba-Nya. Maka ampunilah aku. Jadi, malam Lailatul Qadar ini lebih diutamakan untuk berdoa.”
Dengan demikian, orang yang ingin mendapatkan Lailatul Qadar, hendaknya ia menyongsong di setiap malam, barangkali ia mendapatkannya pada salah satu malam.
Adab Itikaf
Saat beritikaf harus memiliki ada-adab yang menentukan sah dan sempurnanya I’tikaf, termasuk kapan mulainya dan kapan berakhirnya.
“Jika Rasulullah Saw berkeinginan melakukan I’tikaf, beliau menunaikan shalat Fajar (Subuh), kemudian masuk ke tempat I’tikafnya.” (Muttafaq ‘alaih).
Selama ber’itikaf hendaklah memerhatikan adab-adab berikut: Pertama, tidak melakukan jima’ (senggama), berdasarkan ayat “Janganlah kalian menggauli istri-istri itu, sedangkan kalian beri’tikaf dalam masjid.” (QS. al-Baqarah:187).
Kedua, tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan tujuan I’tikaf, seperti keluar untuk bersenggama dengan istri di rumah, keluar untuk menekuni pekerjaannya, atau melakukan profesinya di tempat itikafnya, keluar untuk bertransaksi jual-beli. Apabila itu dilakukan, maka itikafnya batal.
‘Aisyah ra berkata, “Sesungguhnya jika Nabi Saw sedang beri’tikaf, beliau biasanya tidak masuk rumah, kecuali untuk suatu hajat (pada riwayat Muslim: untuk hajat manusiawi) (Muttafaq’ alaih)
Ketiga, disunnahkan menyibukkan diri dengan berbagai macam ibadah khusus, seperti shalat sunnah qiyamullail, membaca al-Qur’an, berzikir, berdo’a, bersholawat serta beristighfar.
Keempat, disunnahkan meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, maupun lainnya.
Selanjutnya I’tikaf berakhir ketika terbenam matahari di malam ‘Id dan tidak disyariatkan menunggu esok harinya hingga menjelang shalat ‘id. Ini merupakan pendapat jumhur (mayoritas) ulama. Desastian

Tidak ada komentar: